Di awal tahun 2021, saya ngerasa tahun ini bakalan jadi tahun yang sempurna. Kayaknya semua aspek dalam kehidupan saya bintangnya 5 deh. Percintaan, karir, teman-teman, keuangan, pendidikan, dan waktu itu, bapak yang lagi sakit juga udah hampir sembuh. Ibarat kayak breakthrough setelah beratnya 2019-2020, 2021 terasa seperti tahun yang akan dijalani dengan suka cita. Nggak cuma ngejalanin dengan senang, tapi di tahun ini rencana-rencana untuk beberapa bulan dan tahun kedepan sudah diplot. Seneng. Karena rencana menumbuhkan harapan, dan harapan mendatangkan kebahagiaan.
Tapi kayak di sinetron-sinetron, tiba-tiba hidup ngasih twist-twist yang membagongkan. Beberapa aspek seperti percintaan, keuangan, dan kesehatan tiba-tiba jungkir balik. Bapak juga tiba-tiba jatuh sakit, jauh lebih parah dari sakit-sakit sebelumnya. Mulai pertengahan tahun, rasanya cobaan datang bertubi-tubi. Nggak cuma cobaan dari orang-orang terdekat, isi kepala saya juga jadi ujian hidup. Butuh tenaga ekstra supaya nggak menyalahkan diri sendiri untuk semua hal buruk yang terjadi, terutama kalo udah di-trigger dengan disalah-salahin oleh orang lain, rasanya nggak tau keajaiban (atau kutukan?) apa yang bikin saya masih hidup sampai sekarang. Karena rasanya mau menyambung napas saja sudah malas.
Jadi, mengawali tahun dengan twist jelek di tengah dan akhir 2021, sebenarnya bikin males berekspektasi tinggi di tahun-tahun ke depan. Kalau yang disambut dengan lari-lari senang aja berujung jatuh, gimana yang diawali dengan langkah terseok-seok? Saya udah suuzon duluan... karena husnuzon selalu membuat saya kecewa. hiks...
Tapi saya nggak mau jadi orang yang menyedihkan banget. Di balik pengalaman sempet mengalami caregiver burnout beberapa waktu lalu, saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk merawat bapak. Saya beruntung bisa mengenali apa yang sedang saya rasakan, sehingga nggak ngelakuin hal-hal nekat yang merugiin saya ataupun orang yang saya sayangi. Di saat saya bener-bener down, saya diberikan teman-teman yang supportive dan sangat baik, yang memvalidasi kesedihan saya dan nggak bandingin masalah saya dengan masalah orang lain atau masalah mereka sendiri.
Di tengah kelelahan untuk ngurusin rumah, keuangan, pendidikan dan pekerjaan, saya punya temen-temen kerja dan atasan yang bener-bener kayak malaikat yang mengerti kondisi mental saya lagi capek banget. Support mereka paling enggak bikin kerjaan saya nggak keteteran, walaupun kuliah saya kayaknya agak berantakan hehehe. Dan walaupun pengeluaran membludak dan bikin saya harus pintar-pintar mengelola, saya dikasih beberapa side hustle dadakan yang hasilnya bisa cover pengeluaran yang membengkak. Jadi kayak kerja rodi sih, dapet capeknya tapi nggak ngerasain seneng-senengnya. Tapi paling enggak saya nggak boncos, dan masih bisa mesen es green tea latte kalo kepengen. Dan walaupun tahun ini saya diuji lagi dengan patah hati, saya bersyukur kali ini saya lebih tabah dan nggak banyak ngelakuin hal-hal bodoh & tolol kayak dulu-dulu, walaupun mempermalukan diri sendiri masih sesekali sih hehehe
Walaupun saya nggak mau adu kuat-kuatan sama masalah hidup, tapi tahun ini saya belajar banyak. Saya belajar mengucapkan selamat tinggal untuk orang-orang yang ingin pergi. Saya belajar memaafkan walaupun ada keinginan kuat untuk balas dendam. Saya belajar kalau ternyata dengan uang kuliah yang mahal dan biaya hidup yang tiba-tiba membengkak, saya bisa survive, jadi kalau situasi normal, seharusnya saya bisa lebih rajin menabung dan investasi. Saya belajar untuk menghargai dan support orang-orang yang ada di sekeliling saya, karena kita tidak pernah tau sampai kapan mereka akan tinggal. Saya belajar untuk bermimpi dan membuat rencana yang tidak melibatkan orang lain, hanya rencana dan mimpi untuk diri sendiri.
Di tahun 2022, saya nggak minta banyak. Saya cuma mau damai. Saya cuma mau tidak ada rasa sedih lagi.
Adios 2021.
Nulis buku lagi dong Kak
ReplyDelete